Saturday 7 March 2015

Meningkatkan kualitas : bidang hotel

Kenyataan :
Kompas, kamis, 5 maret 2015
Menanggulagi penurunan tingkat hunian kamar hotel, pemerintah daerah perlu lebih gencar menggelar acara menarik sehingga wisatawan berdatangan. Berbagai kegiatan seni, budaya, dan pemeran jika digelar rutin dan terjadwal akan mendongkrak tingkat hunian hotel karena turis meningkat.

General Manager Hotel Santika Jemursari Ibnu Darmawan, rabu (4/3), mengatakan Surabaya tidak memiliki objek wisata, tetapi kenyamanan kota ini dengan berbagai taman dan infrastruktur yang baik, membuat angka kunjungan terus meningkat.

Di Jatim, hingga Maret 2015, sekitar 50.000 karyawan hotel diseluruh Jatim kehilangan pekerjaan. Ketua PHRI Jawa Timur M Soleh menjelaskan, kerugian akibat kebijakan tersebut mencapai Rp.1 triliun dari total omzem pendapatan hotel setahun Rp.8 triliun di Jawa Timur. Setiap hotel kehilangan belanja hingga 25-35 persen karena kehilangan pasar yang penting. Bahkan ada hotel yang berhenti beroperasi, dengan mengubah hotel menjadi kontrakan, sewa, atas kos seperti apartemen.

Solusi :
Kejadian ini sudah akan berlangsung terus seperti ini, di berbagai bidang, karena dari jaman dahulu semua hotel dibuat tanpa ada perencanaan yang matang. Hanya sekedar untuk mengikuti tren, banyak yang membuat hotel.

Tertulis diatas dan buat saya yang satu bisa menjual (General Manager Hotel Santika Jemursari Ibnu Darmawan) dan yang satu tidak bisa menjual (Ketua PHRI Jawa Timur M Soleh, berbanding terbalik). Karena yang satu berfokus jangka panjang dan yang satu berfokus jangka pendek. Dalam sejarah perhotelan, kesuksesan itu diperoleh dengan beradaptasi dengan keadaan yang terjadi sekarang.

Sebenernya hotel itu tingkat okupansinya selalu  sekitar 80%, karena hotel itu tahu persis bahwa kualitas pelayanan dan kenyaman yang akan menjadikan seorang pelanggan akan kembali lagi dan kembali lagi. Saya sempet belajar mengenai sejarah yang menyebabkan hotel Ritz Carlton menjadi hotel favorit dunia. Karena mereka memberikan pelayanan yang memuaskan. Apakah karena mahal ? jawabannya tidak. Justru kualitas pelayanan dan kenyamanan yang membuat mereka mahal. Seseorang pernah bercerita sama saya, bahwa dia setiap kali kesana selalu ditawarkan kamar yang sama, jika tidak ada yang memakai. Hotel Ritz Carlton itu menyimpan database setiap orang yang pernah tinggal disana. Berusaha mengetahui kebiasaan pelanggannnya.

Sebaliknya hotel-hotel disini, berfokus kepada fisiknya yang bagus, dan kualitas pelayanan dan kenyamanan tidak diperhatikan. Maka orang tidak mau kembali lagi dan tidak merekomendasikan kepada orang lain, malah melarang orang untuk kesana.  

Begitupun juga sekarang yang berjamurnya hotel Bugdet, yang hanya memberikan fasilitas sederhana seadanya, karena fokusnya untuk tidur dan menaruh barang saja. Jika hotel budget hanya mengandalkan fisiknya saja, dan tidak menawarkan fasilitas yang lain, tentu okupansinya tidak maksimal. Paket kerjasama untuk pelanggan luar kota atau luar negeri yang murah dan meriah dan menarik; dengan tour dan travel; dan banyak lagi yang bisa dicontoh dan disesuaikan

Ada beberapa hal yang saya pelajari dari pengalaman saya berpergian ke luar kota :
  • 1.       Hotel (hotel bugdet, mahal, mengengah) yang baik adalah mementingkan keramahan dari staff dan membuat nyaman saya pada saat tinggal di hotel. Karyawannya tanggap
  • 2.       Harga itu diberbanding dengan kualitas pelayanan dan kenyamanan. Jika harga hotel tersebut (berapapun itu) jika memberikan kualitas pelayanan dan kenyamanan yang jelek, tentu tidak akan saya kembali ke hotel tersebut.
  • 3.      Hal yang saya perhatikan : kamar mandi, tempat buang air besar harus bersih; tempat tidur masih empuk dan bersih; wifi terbatas; lift yang bersih; itu sudah cukup buat saya (saya harap ini juga merupakan standar yang umum)



Selamat merasakan kualitas pelayanan dan kenyamanan. #marikitabelajar

No comments:

Post a Comment