Kenyataan :
Kompas, kamis, 5 maret 2015
Menanggulagi penurunan tingkat hunian kamar hotel,
pemerintah daerah perlu lebih gencar menggelar acara menarik sehingga wisatawan
berdatangan. Berbagai kegiatan seni, budaya, dan pemeran jika digelar rutin dan
terjadwal akan mendongkrak tingkat hunian hotel karena turis meningkat.
General Manager Hotel Santika Jemursari Ibnu Darmawan, rabu
(4/3), mengatakan Surabaya tidak memiliki objek wisata, tetapi kenyamanan kota
ini dengan berbagai taman dan infrastruktur yang baik, membuat angka kunjungan terus
meningkat.
Di Jatim, hingga Maret 2015, sekitar 50.000 karyawan hotel
diseluruh Jatim kehilangan pekerjaan. Ketua PHRI Jawa Timur M Soleh
menjelaskan, kerugian akibat kebijakan tersebut mencapai Rp.1 triliun dari
total omzem pendapatan hotel setahun Rp.8 triliun di Jawa Timur. Setiap hotel
kehilangan belanja hingga 25-35 persen karena kehilangan pasar yang penting. Bahkan
ada hotel yang berhenti beroperasi, dengan mengubah hotel menjadi kontrakan,
sewa, atas kos seperti apartemen.
Solusi :
Kejadian ini sudah akan berlangsung terus seperti ini, di
berbagai bidang, karena dari jaman dahulu semua hotel dibuat tanpa ada
perencanaan yang matang. Hanya sekedar untuk mengikuti tren, banyak yang
membuat hotel.
Tertulis diatas dan buat saya yang satu bisa menjual (General
Manager Hotel Santika Jemursari Ibnu Darmawan) dan yang satu tidak bisa menjual
(Ketua PHRI Jawa Timur M Soleh, berbanding terbalik). Karena yang satu berfokus
jangka panjang dan yang satu berfokus jangka pendek. Dalam sejarah perhotelan,
kesuksesan itu diperoleh dengan beradaptasi dengan keadaan yang terjadi
sekarang.
Sebenernya hotel itu tingkat okupansinya selalu sekitar 80%, karena hotel itu tahu persis
bahwa kualitas pelayanan dan kenyaman yang akan menjadikan seorang pelanggan
akan kembali lagi dan kembali lagi. Saya sempet belajar mengenai sejarah yang
menyebabkan hotel Ritz Carlton menjadi hotel favorit dunia. Karena mereka
memberikan pelayanan yang memuaskan. Apakah karena mahal ? jawabannya tidak. Justru
kualitas pelayanan dan kenyamanan yang membuat mereka mahal. Seseorang pernah
bercerita sama saya, bahwa dia setiap kali kesana selalu ditawarkan kamar yang sama,
jika tidak ada yang memakai. Hotel Ritz Carlton itu menyimpan database setiap
orang yang pernah tinggal disana. Berusaha mengetahui kebiasaan pelanggannnya.
Sebaliknya hotel-hotel disini, berfokus kepada fisiknya yang
bagus, dan kualitas pelayanan dan kenyamanan tidak diperhatikan. Maka orang
tidak mau kembali lagi dan tidak merekomendasikan kepada orang lain, malah
melarang orang untuk kesana.
Begitupun juga sekarang yang berjamurnya hotel Bugdet, yang
hanya memberikan fasilitas sederhana seadanya, karena fokusnya untuk tidur dan
menaruh barang saja. Jika hotel budget hanya mengandalkan fisiknya saja, dan
tidak menawarkan fasilitas yang lain, tentu okupansinya tidak maksimal. Paket kerjasama
untuk pelanggan luar kota atau luar negeri yang murah dan meriah dan menarik;
dengan tour dan travel; dan banyak lagi yang bisa dicontoh dan disesuaikan
Ada beberapa hal yang saya pelajari dari pengalaman saya
berpergian ke luar kota :
- 1. Hotel (hotel bugdet, mahal, mengengah) yang baik adalah mementingkan keramahan dari staff dan membuat nyaman saya pada saat tinggal di hotel. Karyawannya tanggap
- 2. Harga itu diberbanding dengan kualitas pelayanan dan kenyamanan. Jika harga hotel tersebut (berapapun itu) jika memberikan kualitas pelayanan dan kenyamanan yang jelek, tentu tidak akan saya kembali ke hotel tersebut.
- 3. Hal yang saya perhatikan : kamar mandi, tempat buang air besar harus bersih; tempat tidur masih empuk dan bersih; wifi terbatas; lift yang bersih; itu sudah cukup buat saya (saya harap ini juga merupakan standar yang umum)
Selamat merasakan kualitas pelayanan dan kenyamanan.
#marikitabelajar
No comments:
Post a Comment