Kenyataan :
Kompas, kamis, 5 maret 2015
Pengamat pertanian dan dosen Falkutas Teknologi Pertanian
Universitas Semarang, Rohadi Djarot, berpendapat, seharusnya pemerintah tidak
perlu panik dalam menyikapi kenaikan harga beras. Kenaikan harga beras tidak
memiliki implikasi atas harga komoditas lain. Berbeda sekiranya yang naik itu
harga bahan bakar minyak. Kasus kenaikan harga beras bukti pemerintah belum
siap menghadapi swasembada pangan. Petani semestinya memperoleh keuntungan dari
panen padi yang berlimpah, tetapi kenyataannya saat panen berlimpah justru
harga gabah anjlok. Akibatnya, petani tidak untung. Jika beras melimpah, harga
anjlok, keuntungan diambil pedagang. Di sisi lain, penggerak naiknya harga
beras itu juga ulah sebagaian pendagang dan tengkulak besar. Mereka merupakan
mitra pemerintah yang menyuplai beras untuk stok.
Solusi :
Saya setuju dengan pendapat diatas. Karena hanya dengan
kejujuran harga beras dapat diterima pasaran atau masyarakat dan petani dapat
makmur dan sejahtera. Sudah menjadi kenyataan dan berjalan bertahun-tahun bahwa
beras jadi “mainan” oknum, untuk mencari keuntungan.
Memutus oknum yang mencari keuntungan semata adalah dengan
cara untuk mendukung petani beras untuk sejahtera dan makmur, dengan cara
memberi modal ringan untuk bertani. Keterjaminan pupuk yang murah dan buatan
sehingga tidak terlalu banyak yang dikeluarkan untuk modal. Bibit yang bagus,
untuk menghasilkan hasil yang banyak. Memperbanyak lahan pertanian. Memperbaiki
irigasi. Dan banyak cara yang bisa dilakukan.
Yang dibutuhkan hanya satu, KEJUJURAN. #marikitabelajar
No comments:
Post a Comment