Kenyataan :
Manajemen talenta ini memang sangat tidak tidak terasa dan
baru dipandang penting pada saat kita sudah tidak bisa membenahinya dalam waktu
singkat karena bersifat jangka panjang, bertumbuh, dan kultural. Beberapa penelitian
membuktikan, ketika masih dilapangan, relatif masih banyak pemimpin yang
memperhatikan dan meng-coach bawahannya. Ketika mereka naik ke jabatan yang
lebih tinggi, apalagi paling tinggi, ketika lampu sorot sudah diarahkan pada kinerjanya
biasanya semangat mengurus manusia menjadi hilang. Bila startegi dan sistem pengembangan
manusia tidak diprioritaskan lagi, akan terbengkalailah pekerjaan manajemen
talenta ini.
“Leaders create leaders”, sebuah prinsip yang harus
diciptakan disetiap perusahaan. Brian Kibby, Presiden McGraw-Hill Higher Education,
pemimpin yang rajin memang harus meluangkan waktu, mengadakan kontak mata, dan
memperhatikan orang-orangnya dengan saksama. Waktu surat-menyurat dan rapat
koordinasi perlu diskedul sedemikian rupa agar ia tetap mempunyai kesempatan
untuk berinteraksi secara interpersonal. Bila hal ini tidak dilakukan, bisa
jadi pemimpin kehilangan kepekaan mengenai manpower-nya.
Menurut Kibby, pemimpin harus menjadi role model dalam sikap
belajar. Bila seorang CEO selalu menanyakan pertanyaan yang sama kepada setiap
karyawan yang ditemuinya di lift,”Apa yang sedang kau pelajari saat ini?”
bukankan ini akan merangsang semua orang untuk siap belajar ?.
Para pemimpin harus tahu bahwa strategi dan eksekusi harus
sejalan. Karyawan harus tahu bahwa mereka harus bertindak kolektif secara
kultural, di saming juga berprestasi secara individual.
Ini semua karena,”our leaders are deeply engaged in and
accountable for spotting, tracking, coaching, and developing the next
generations of leaders”.
Disadur dari Eillen Rachman, Experd character building
assesment & training, Kompas, sabtu 14 mar 15
No comments:
Post a Comment