Kenyataan :
Seorang gubernur jakarta, Ahok (biasa dipanggil) telah
menemukan anggaran yang tidak bisa dipertanggungjawabkan keberadaannya. Anggaran
itu setelah dicross check dengan pihak terkait ternyata tidak pernah mengajukan
budget tersebut. Dan setelah dicross check ke pemenang tender atau yang pernah
ikut tender tersebut, perusahaannya ada yang tidak jelas, hanya punya nama,
dll.
Sekarang kedua pihak, Ahok dan DPRD, menempuh jalan
masing-masing untuk bersikukuh dalam membahas anggaran ini. Dari awal kedua pihak
memang tidak akur, selalu ada pertentangan.
Solusi :
Dalam mengatur Jakarta, hanya diperlukan kejujuran. Jujur ke
diri sendiri, jujur kepada orang lain, jujur kepada Tuhan, Sang Pencipta. Jika dari
ketiga itu tidak ada yang dijalankan, maka keseimbangan tidak ada, dan tidak
akur. Kehilangan satu kejujuran, mengakibatkan pihak lain rugi.
Contoh :
1.
si A, jujur kepada diri sendiri. Dia tidak
korupsi. Dia mengajukan anggaran rp.2.000.000 untuk pembuatan jalan.
2.
Dia tidak jujur kepada orang lain, maka ada
pihak lain yang meminta untuk diganti menjadi rp.4.000.000. silahkan saja,
dengan catatan mereka yang ambil selisihnya
3.
Apakah dia jujur kepada Tuhan, Sang Pencipta ?
dia jujur kepada diri sendiri tidak mengambil keuntungan, dia tidak jujur bahwa
ada orang lain yang mengganti anggaran.
4.
Jadi artinya dia tidak jujur, karena ada satu
kejujuran yang dia bisa koreksi
Begitu juga Ahok dan DPRD, Ahok telah menjadi jujur dalam
semua kejujuran, dan DPRD tidak jujur dalam kesemuanya.
Jadilah pribadi yang jujur ke diri sendiri, jujur kepada
orang lain, jujur kepada Tuhan, Sang Pencipta
No comments:
Post a Comment